
Awak media yang mencoba mengonfirmasi ke Unit Tipikor Polres Rohil tak mendapat bantahan. “Memang benar ada pemeriksaan Satpol PP,” ujar salah satu sumber di kepolisian, Senin (11/8/2025).

Nama mantan Kasat Satpol PP, Syafnufrizal, juga ikut terseret dalam konfirmasi publik. Melalui pesan WhatsApp, ia mengakui adanya pemeriksaan terhadap bawahannya. Namun, ia berusaha meredam istilah “fiktif” dengan alasan adanya “kelebihan bayar” sesuai LHP BPK RI Perwakilan Riau. Menurutnya, dana tersebut telah dikembalikan ke kas daerah.
“Yang diperiksa itu Kasubag Perencanaan Afrizal, PPTK 2023 Hayani (KTU), PPTK 2024 Juki Muhabriwan (Kasi Linmas), dan Bendahara Buri Maryanto. Waktu itu sekretaris menjabat Plt Asisten III, jadi PPTK diganti,” tulis Syafnufrizal.
Namun publik menilai alasan “kelebihan bayar” terlalu rapuh. Pertanyaannya, apakah benar 125 nama dalam daftar SPPD itu melaksanakan perjalanan dinas, atau sekadar tercetak di kertas untuk menguras uang negara? Jika ini hanya “kelebihan bayar”, mengapa sampai menyeret pejabat aktif ke ruang pemeriksaan Tipikor?
Dugaan permainan anggaran ini kian panas karena nominal SPPD biasanya melibatkan biaya besar. Jika benar ada 125 orang fiktif, nilainya bisa tembus ratusan juta bahkan miliaran rupiah.
Kasat Pol PP Rohil, Acil Rustianto, juga membenarkan pemeriksaan bawahannya oleh Tipikor Polres Rohil terkait dugaan SPPD fiktif. Ia mengaku mendukung penuh proses hukum tersebut.
Ketua DPD LSM Topan RI, Yusaf hari Purnomo alias Arie Black, turut mendukung langkah Tipikor Polres Rohil. “Kami mendorong agar kasus dugaan SPPD fiktif tahun 2023–2024 ini diusut tuntas,” ujarnya saat diwawancarai di salah satu sudut Kota Bagansiapiapi.
Kini, mata publik tertuju pada Polres Rohil. Beranikah aparat membongkar kasus ini sampai ke akar, atau lagi-lagi hukum akan tumpul ke atas dan tajam ke bawah? (Red)












